Sunday, 14 August 2011

> RumahKu SyurgaKu

Rumahku Syurgaku, Menciptakan Keluarga Islamik Untuk Mencapai Redha Ilahi

Syaikh Shalih ibn Abdullah ibn Al-Humaid

Kebanyakan manusia tentu mengimpikan kebahagiaan, menanti ketenteraman dan ketenangan jiwa. Tentu pula semua berusaha menghindar dari berbagai penyebab gundah gulana dan kegelisahan. Terlebih lagi dalam lingkungan keluarga.  

Ingatlah, semua ini tak mungkin akan terwujud kecuali dengan iman kepada Allah, tawakal dan mengembalikan semua masalah kepada-Nya, disamping melakukan pelbagai usaha yang sesuai dengan syariat.  

PENTINGNYA MENCIPTAKAN KEHARMONIAN DALAM KELUARGA

Yang paling berpengaruh buat peribadi dan masyarakat adalah pembentukan keluarga dan komitmennya pada kebenaran. Allah Ta’ala dengan hikmah-Nya telah mempersiapkan tempat yang mulia buat manusia untuk menetap dan tinggal dengan tenteram di dalamnya.  

Allah Ta’ala berfirman:

 وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لِّقَوْمٍ
يَتَفَكَّرُونَ  

"Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri- isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya di antara kamu rasa kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir".
[ar-Rum: 21]  

Ya...... "supaya engkau cenderung dan merasa tenteram kepadanya" (Allah tidak mengatakan "supaya kamu tinggal bersamanya"). Ini menegaskan makna tenang dalam perangai dan jiwa serta menekankan wujudnya kedamaian dalam berbagai bentuknya.  

Maka suami isteri akan mendapatkan ketenangan pada pasangannya di kala datang kegelisahan dan mendapati kelapangan di saat dihampiri kesempitan.  

Sesungguhnya tiang hubungan suami isteri adalah kekerabatan dan persahabatan yang terpancang di atas cinta dan kasih sayang. Hubungan yang mendalam dan lekat ini sangat mirip dengan hubungan seseorang dengan dirinya sendiri.  

Al-Qur’an menjelaskan:

  هُنَّ لِبَاسُُ لَّكُمْ وَأَنتُمْ لِبَاسُُ لَّهُنَّ  
"Mereka itu adalah pakaian bagimu dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka.”
[Al-Baqarah: 187]  

Terlebih lagi ketika mengingat apa yang dipersiapkan bagi hubungan ini, misalnya pendidikan anak dan jaminan kehidupan, yang tentu saja tak akan terbentuk kecuali di dalam persekitaran  keibuan yang lembut dan kebapaan yang semangat dan serius. Adakah di sana komunikasi  yang lebih bersih dari suasana hubungan yang mulia ini?  

TIANG KEKUATAN KELUARGA ISLAMIK

Ada banyak faktor yang menjadi penopang tegaknya keluarga islamik, yang di dalamnya terjalin kuat hubungan suami isteri serta jauh dari perselisihan dan perpecahan (yaitu antara lain):  

1. Iman Dan Taqwa Kepada Allah Ta’ala

Faktor pertama dan terpenting yaitu berpegang teguh kepada tali keimanan: iman kepada Allah dan Hari Akhir, takut kepada Dzat Yang mempemerhatikan segala yang tersembunyi serta senantiasa bertaqwa dan bermuraqabah (merasa terawasi oleh Allah Azza wa Jalla) lalu menjauh dari kezaliman dan kekeliruan di dalam mencari kebenaran.

 ذَلِكُمْ يُوعَظُ بِهِ مَن كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلأَخِرِ وَمَن يَتَّقِ اللهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجًا . وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لاَ يَحْتَسِبُ وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى اللهِ فَهُوَ حَسْبُهُ  

"Demikianlah diberi pengajaran dengan itu, orang yang beriman kepada Allah dan Hari Akhirat. Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah nescaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan keperluannya".
[At-Thalaq: 2-3]  

Di antara yang menguatkan keimanan ini yaitu bersungguh-sungguh dan serius dalam ketaatan dan ibadah serta saling ingat-mengingatkan dalam masalah itu.  

Perhatikanlah sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam :
 رَحِمَ اللَّهُ رَجُلاً قَامَ مِنَ اللَّيْلِ فَصَلَّى وَأَيْقَظَ امْرَأَتَهُ فَإِنْ أَبَتْ نَضَحَ فِي وَجْهِهَا الْمَاءَ رَحِمَ اللَّهُ امْرَأَةً قَامَتْ مِنَ اللَّيْلِ فَصَلَّتْ وَأَيْقَظَتْ زَوْجَهَا فَإِنْ أَبَى نَضَحَتْ فِي وَجْهِهِ الْمَاءَ  

"Semoga Allah merahmati suami yang bangun malam hari lalu sholat dan membangunkan isterinya lalu sholat pula. Apabila enggan maka dipercikkannya air di wajahnya. Dan semoga Allah merahmati seorang isteri yang bangun malam hari lalu sholat dan membangunkan suaminya lalu sholat pula. Apabila enggan maka dipercikkannya air di wajahnya." [2].  

Hubungan suami istri bukanlah hubungan duniawi atau hubungan hawa nafsu haiwani, namun berupa interaksi jiwa yang luhur. Jadi ketika hubungan ini sahih (benar) maka akan berlanjut hingga ke kehidupan akhirat setelah meninggal dunia kelak.

 جَنَّاتُ عَدْنٍ يَدْخُلُونَهَا وَمَن صَلَحَ مِنْ ءَابَآئِهِمْ وَأَزْوَاجِهِمْ وَذُرِّيَّاتِهِمْ  
"Yaitu surga ‘Adn yang mereka itu masuk ke dalamnya bersama-sama dengan orang-orang yang saleh dari bapak-bapaknya, isteri-isteri nya dan anak cucunya ".
[Ar-Ra’du : 23]  

2. Menjalin Hubungan Baik

Termasuk di antara yang mengekalkan hubungan ini adalah pergaulan antara suami isteri dengan baik. Ini tidak akan tercipta kecuali dengan saling mengerti dan memahami hak dan kewajibannya masing-masing.  Adapun mencari-cari kesempurnaan dalam keluarga dan anggotanya adalah sesuatu yang mustahil. Dan merasa kecewa dalam usaha melakukan penyempurnaan setiap sifat mereka atau yang lainnya termasuk sia-sia juga.  

3. Tugas Suami

Termasuk berfikir cerah adalah (apabila suami dapat) menyabarkan jiwa untuk menerima beberapa kesempitan dan mengabaikan sebahagian kesusahan. Seorang suami sebagai pemimpin keluarga dituntut untuk lebih bersabar terhadap isterinya, di mana seorang isteri itu lemah secara fizikal maupun peribadinya. Apabila dituntut untuk melakukan segala sesuatu maka ia akan perlu dari semuanya  
Terlalu berlebihan dalam meluruskannyapun akan bererti mematahkannya dan mematahkannya sama saja dengan menceraikannva.  

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

 اسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا فَإِنَّهُنَّ خُلِقْنَ مِنْ ضِلَعٍ وَإِنَّ أَعْوَجَ شَيْءٍ فِي الضِّلَعِ أَعْلاَهُ فَإِنْ ذَهَبْتَ تُقِيمُهُ كَسَرْتَهُ وَإِنْ تَرَكْتَهُ لَمْ يَزَلْ أَعْوَجَ فَاسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا  

"Nasihatilah wanita dengan yang baik. Sesungguhnya mereka diciptakan dari rusuk dan bahagian terbengkok dari rusuk adalah bagian atasnya. Seandainya kau luruskan maka berarti kamu mematahkannya. Dan seandainya kamu biarkan maka akan terus saja bengkok. Untuk itu nasihatilah wanita dengan yang baik" [3]  

Jadi kelemahan pada wanita sudah ada semenjak pertama kali diciptakan. Maka mau tidak mau harus bersabar menghadapinya.  Untuk itu sayugianya seorang suami tidak terus-terusan mengingat apa yang merupakan bahan kesempitan pada keluarganya. Alihkan pandangan dari beberapa sisi kekurangan mereka. Dan perhatikanlah sisi kebaikan mereka nescaya akan didapatinya banyak sekali.  

Dalam konteks ini Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

 لاَ يَفْرَكْ مُؤْمِنٌ مُؤْمِنَةً إِنْ كَرِهَ مِنْهَا خُلُقًا رَضِيَ مِنْهَا آخَرَ  

"Seorang mukmin (suami) tidaklak membenci dan marah kepada mukminah (isteri) Apabila ia membencinya kerana sesuatu dari peribadinyn maka ia redla darinya dengan hal-hal lainnya". [4]  

Dalam hal ini maka berperilakulah lemah lembut. Sebab jika ia sudah melihat sebahagian yang dibencinya maka tidak tahu lagi di mana sumber-sumber kebahagiaan itu berada.  

Allah Ta’ala berfirman:
 وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ فَإِن كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَى أَن تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا  

"Dan bergaullah bersama mereka dengan patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka maka bersabarlah karena mungkin kamu tidak menyukai sesuata padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak"
[An-Nisa: 19]  

Apabila tidak begitu, lalu bagaimana mungkin akan tercipta ketentraman, mana kedamaian dan cinta kasih itu: jika pemimpin keluarga itu sendiri berperangai keras, buruk pergaulannya, sempit wawasan, dungu, terburu-buru, tidak pemaaf, pemarah, jika masuk terlalu banyak mengungkit-ungkit kebaikan dan jika keluar selalu berburuk sangka.  

Padahal sudah dimaklumi bahwa interaksi yang baik dan sumber-sumber kebahagiaan itu tidaklah akan tercipta kecuali dengan kelembutan dan menjauhkan diri dari prasangka yang tak berasa. Dan kecemburuan pada sebahagian orang terkadang berubah menjadi prasangka buruk yang menggiringnya untuk senantiasa menyalah tafsirkan percakapan dan meragukan segala tingkah laku. Ini tentu saja akan membuat hidup terasa sempit dan hati gelisah dengan tanpa alasan yang jelas dan benar.

 أَسْكِنُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ سَكَنتُم مِّن وُجْدِكُمْ وَلاَتُضَآرُّوهُنَّ لِتُضَيِّقُوا عَلَيْهِنَّ  

"Tempatkanlah mereka - para istri - di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu. Dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan hati mereka... "
[(Ath-Thalaq: 6]  

Padahal Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda:

 خَيْرُكُمْ خَيْرُ كُمْ لأَهْلِهِ وَ أَنَا خَيْرُكُمْ لأَهْلِيْ  

"Sebaik-baik kamu adalah yang paling baik kepada keluarganya. Dan aku adalah yang terbaik di antara kamu kepada keluargaku" [5]  

4. Tugas Isteri

Adapun seorang isteri maka ketahuilah bahwa kebahagiaan, cinta dan kasih sayang tidaklah akan sempurna kecuali ketika si pemilik kesucian dan agama (baca: isteri) mengetahui kewajibannya dan tidak melalaikannya.  

Berbakti kepada suaminya sebagai pemimpin, pelindung, penjaga dan pemberi nafkah. Taat kepadanya, menjaga dirinya sebagai isteri dan menjaga harta suaminya merupakan kewajiban seorang isteri. Demikian juga menguasai tugas istri dan mengerjakannya serta memerhatikan diri dan rumahnya.  

Inilah isteri yang sholehah sekaligus ibu yang penuh kasih sayang, pemimpin di rumah suaminya dan bertanggungjawab atas yang dipimpinnya. Juga mengakui percakapan suaminya dan tidak mengingkari kebaikan pelayanannya. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam telah memberi amaran jangan sampai melakukan pengingkaran (terhadap suaminya) ini.

Sabda beliau:

 أُرِيتُ النَّارَ فَإِذَا أَكْثَرُ أَهْلِهَا النِّسَاءُ يَكْفُرْنَ قِيلَ أَيَكْفُرْنَ بِاللَّهِ قَالَ يَكْفُرْنَ الْعَشِيرَ وَيَكْفُرْنَ الْإِحْسَانَ لَوْ أَحْسَنْتَ إِلَى إِحْدَاهُنَّ الدَّهْرَ ثُمَّ رَأَتْ مِنْكَ شَيْئًا قَالَتْ مَا رَأَيْتُ مِنْكَ خَيْرًا قَطُّ  

"Diperlihatkan kepadaku neraka. Ternyata sebahagian besar penghuninya adalah perempuan yang kufur (ingkar). Ditanyakan kepada beliau: Apakah mereka kufur kepada Allah?” Beliau menjawab: “Tidak, tapi mengingkari kebaikan suaminya .Jika kalian berbuat baik kepada salah seorang isteri kalian sepanjang hari, lalu ia mendapati padamu suatu kejelekan maka ia berkata: tak pernah aku dapatkan darimu kebaikan sama sekali" [6]  

Untuk itu sayugianya memaafkan kekeliruan dan mengabaikan kesilapan. Janganlah berperilaku buruk ketika suami hadir dan janganlah rnengkhianatinya ketika ja sedang berpergian.  
Dengan ini sudah barang tentu akan tercapai saling meredhai, akan terikat hubungan mesra, cinta dan kasih sayang.  

Dalam sebuah hadits dikatakan:

 أَيُّمَا امْرَأَةٍ مَاتَتْ وَزَوْجُهَا عَنْهَا رَاضٍ دَخَلَتِ الْجَنَّةَ  

"Siapapun perempuan yang meninggal dunia lalu sang suami meredhainya, maka dia masuk syurga" [7]  

Maka bertakwalah kepada Allah, wahai ummat Islam. Ketahuilah bahwa dengan dicapainya keharmonian maka akan tersebarlah semerbak kebahagiaan dan terciptalah suasana yang kondusif untuk tarbiyah.  
Selain itu tumbuh pula kehidupan di rumah yang mulia dengan dipenuhi cinta kasih dan saling pengertian antara sifat keibuan yang penuh kasih sayang dan kebapaan yang tegas, jauh dari perbalahan, perselisihan dan saling menzalimi satu sama lain. Juga tak ada permusuhan dan saling menyakiti.

 وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا  

"Dan orang-orang yang berkata : ya Tuhan kami anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami, sebagai penyenang hati kami Dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertaqwa".
[al-Furqan : 74]  

PENUTUP

Lurusnya keluarga, menjadi medium untuk menciptakan keamanan masyarakat. Bagaimana boleh aman apabila di sana ikatan keluarga telah amburadul. Padahal Allah telah memberi kenikmatan ini yaitu nikmat kerukunan keluarga, kemesraan dan keharmoniannya.  

Allah Ta’ ala berfirman:

 وَاللهُ جَعَلَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجًا وَجَعَلَ لَكُم مِّنْ أَزْوَاجِكُمْ بَنِينَ وَحَفَدَةً وَرَزَقَكُم مِّنَ الطَّيِّبَاتِ أَفَبِالْبَاطِلِ يُؤْمِنُونَ وَبِنِعْمَتِ اللهِ هُمْ يَكْفُرُونَ  

"Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu anak-anak dan cucu-cucu. Dan memberimu rezeki dari yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah?"
[An-Nahl : 72]  

Hubungan suami isteri yang sangat mantap dan (fungsinya) sebagai orang tua ditambah anak-anaknya yang tumbuh dalam asuhan mereka, merupakan gambaran umat terkini dan masa depan.  

Kerana itu ketika syaitan berhasil mencerai-beraikan hubungan keluarga, dia tidak sekedar menggoncangkan satu rumah saja dan tidak pula hanya menyebarkan kerosakan yang sebatas begitu saja.
Namun menjerumuskan masyarakat seluruhnya ke dalam kelalaian yang bermaharajarela. Realiti sekarang ini menjadi bukti nyata.  

Semoga Allah merahmati pemuda yang perilakunya terpuji, baik hati, pandai bergaul (terhadap keluarga), lemah lembut, pengasih, penyayang, tekun, tidak berlebihan dan tidak lalai dengan kewajibannya.  
Begitu pula semoga Allah merahmati wanita yang tidak mencari-cari kekeliruan, tidak cerewet, sholehah, taat dan memelihara dirinya ketika sang suami tidak ada, kerana Allah Subhanahu wa Ta'ala telah memeliharanya.  

Bertaqwalah, wahai para suami isteri, wahai kaum muslimin. Sesungguhnya barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah nescaya dimudahkan urusannya.

 وصلى الله على خير خلقه نبينا محمد و على آله و أزواجه الطيبين الطاهرين و على صحبه الغر الميامين و تابيعهم بإحسان إلى يوم الدين.  

Madinah Nabawiyah, 22 Rejab 1422 H  
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 11/Tahun V/1422/2001M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]
_______
Footnote
[1]. Diterjemahkan oleh: Muhamad Asundee, dari al-Bait as-Sa’id yang ditulis oleh Syaikh Shalih ibn Abdullah ibn Al-Humaid.
[2]. Hadits Shahih riwayat Ahmad, Abu Daud (1308), An-Nasa’i (3/205), dan Ibnu Majah (1336). Dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah (1148) dan Hakim serta disepakati oleh Adz-Dzahabi]
[3]. HR.Bukhari: 5186 - Muslim: 1468
[4]. HR. Muslim: (1469) lbnu Hajar berkomentar: “ini mengisyaratkan akan perlunya pembenahan dengan lemah-lembut dalam artian tidak berlebihan sehingga mengakibarkan kepatahan. Namun tidak pula membiarkannya sehingga berlalu begitu saja dalam kebengkokan. Rumusannya begini: tidak dibiarkan bengkok jika tabiat serba kurangnya ini mengakibatkan terjerumus ke dalam kemaksiatan atau melalaikan kewajiban. Dan dibiarkan saja dalam kebengkokannya sepanjang ada dalam hal-hal yang dimubahkan
[5]. Hadits Shahih. HR. At-Tirmidzi 3892, Ibnu Maajah, Ibnu Hibban 1312]
[6]. HR. Bukhari 5197
[7]. HR. at-Tirmidzi (1161), beliau mensahihkannya. Juga Ibnu Majah: (1854) dan Hakim: 4/173. Beliau (Hakim) berkata: isnadnya sahih

Kategori: Kategori Keluarga & Masalahnya
Sumber: http://www.almanhaj.or.id
Tanggal: Rabu, 21 Juli 2010 15:50:33 WIB

Dibuat oleh SalafiDB
http://salafidb.googlepages.com